(SB News) Nabi Ibrahim Alaihi Salam pernah mendapatkan ujian yang cukup berat. Ia ditangkap oleh Raja Namrud setelah ketahuan menghancurkan semua berhala yang ada di wilayah Namrud.
Semua patung-patung dihancurkan, meski dia tahu itu adalah buatan
ayahnya sendiri.
Raja Namrud murka, akhirnya ia memerintahkan para tentaranya untuk menghukum
Nabi Ibrahim dengan seberat-beratnya. Pilihan jatuh pada hukuman mati dengan
cara dibakar.
Api dinyalakan besar sekali dengan kayu sebagai bahan bakarnya, sementara Nabi
Ibrahim diikat dan ditempatkan di tengah-tengah tumpukan kayu.
Namun Allah yang maha kuasa belum berkehendak memanggil
kekasih-Nya saat itu. Api tak mampu membakar Nabi Ibrahim.
Di tengah kejadian itu, ada adegan beberapa makhluk Allah yang
mencoba memadamkan api yang berkobar. Salah satunya adalah semut.
Ketika Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja Namrud, ada seekor semut
membawa setetes air.
Di balik kejadian tersebut, nyatanya ada beberapa spesies hewan yang terlibat.
Hewan-hewan yang dimaksud adalah cicak, semut, dan burung. Di antara
hewan-hewan itu ada yang berpihak pada Nabi Ibrahim dan ada yang berpihak pada
Raja Namrud.
Semut misalnya, ia dengan susah payah berlari ke sana ke mari
membawa butiran air dengan mulutnya untuk memadamkan api yang mulai menyelimuti
tubuh Nabi Ibrahim. Melihat usaha semut tersebut, seekor burung justru nyinyir
dan meragukan apa yang dilakukan semut.
"Wahai semut, tidak mungkin setetes air yang ada di mulutmu
akan mampu memadamkan kobaran api yang sangat besar itu,” kata si burung.
"Memang benar air ini tidak akan mampu memadamkan api itu.
Tapi ini kulakukan paling tidak semua akan melihat bahwa aku berada di pihak
yang mana,” sahut semut.
Di sisi lain, cicak justru berusaha meniup api dan meperbesarnya
sehingga ia dengan gamblang berpihak pada Raja Namrud.
Apa yang dilakukan cicak ini dikatakan dalam sebuah hadis,
"Dahulu, cicaklah yang meniup dan memperbesar kobaran api yang membakar
Ibrahim.” (HR. Muslim).
Atas tindakan tidak terpuji dari cicak tersebut, para ulama
akhirnya menyatakan bahwa membunuh cicak hukumnya adalah sunah. Selain karena
tindakan cicak itu, hewan yang sering menempel di dinding dan langit-langit
rumah tersebut juga dianggap merugikan karena membawa banyak bakteri berbahaya.
Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim menyebutkan illat bahwa
cicak tergolong hewan yang fasiq karena ia merupakan hewan yang memberikan
dampak negatif dan termasuk hewan yang mengganggu.
Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa yang membunuh seekor
cicak dengan satu pukulan dicatat baginya seratus kebaikan, dalam dua pukulan
pahalanya kurang dari itu, dalam tiga pukulan pahalanya kurang dari itu.” (HR.
Muslim).
Kemudian Aisyah ra pernah ditanya oleh Ibnu Majah suatu ketika.
Ibnu Majah bertanya, "Wahai ibu kaum mukminin, apa yang engkau lakukan
dengan tombak ini?”
Aisyah menjawab, ”Kami baru saja membunuh cicak-cicak.
Sesungguhnya Nabi saw pernah memberitahu kami bahwa tatkala Ibrahim as
dilemparkan ke dalam api, tidak ada satu pun binatang di bumi saat itu kecuali
dia akan memadamkannya, kecuali cicak yang justru meniup-niupkan apinya. Maka
Rasulullah saw memerintahkan untuk membunuhnya.” (HR. Ibnu Majah).
Kisah ini mungkin menginspirasi buat kita semua. Walaupun
perbuatan baik kita yang nampak kecil oleh makhluk lain, tapi keberpihakan kita
untuk terus berbuat baiklah yang akan Allah nilai.
Inspirasi tersebut tentunya berlaku untuk semua kegiatan kita
dalam kehidupan sehari - hari. Baik pilihan politik, bersedekah, bermuamalah,
tolong menolong dalam kebaikan dan kegiatan lainnya. Jangan lah kita berbuat
mengharapkan balasan atau penilaian dari makhluk lain. Sesungguhnya Allah SWT
lah sebaik baik pemberi balasan.
Penulis: Sarwo Edi Subowo
0 Response to "Kisah Semut Ibrahim, Walaupun kecil kontribusi kita tapi Allah SWT menilai kemana keberpihakan kita."
Posting Komentar